Implementasi dapat diartikan sebagai seluruh
kegiatan yang dilakukan untuk menggunakan teknologi komunikasi. Implementasi
sendiri secara harfiah berarti penerapan. Dalam prakteknya, penerapan teknologi
komunikasi harus didahului oleh penguasaan keterampilan mengoperasikan
teknologi komunikasi tersebut. Karena tanpa keterampilan menguasai teknis,
suatu teknologi komunikasi tidak akan mungkin diterapkan oleh seseorang. Hal
ini mengisyaratkan teknologi komunikasi sebuah inovasi.
Teknologi komunikasi merupakan sistem teknologis dan
untuk pemakaiannya manusia perlu mengaturnya sesuai dengan nilai – nilai yang
diisyaratkan oleh teknologi komunikasi itu sendiri. Nilai – nilai itu bisa
bertentangan dengan nilai yang telah ada atau dianut oleh suatu masyarakat. Hal
inilah yang menyebabkan penerapan
teknologi komunikasi sering melahirkan masalah dalam kehidupan sosial
masyarakat. Perspektif
Teknologi Komunikasi terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1. Teknosentrik, pada bagian ini memandang bagaimana teknologi mengubah
masyarakat
2. Sosiosentrik yaitu Bagaimana lingkungan yang ada
menciptakan teknologi, dimana teknologi ada karena kebutuhan sosial.
3. Konflik yaitu dimana teknologi dapat muncul
karena konflik kepentingan atau kebijakan politik. Contoh : TV Digital.
4. Desain Sistem. Dari tiga sistem yang telah ada dapat mengubah kebiasaan
masyarakat, karena dari tiga sistem tersebut dapat menciptakan teknologi baru.
Implementasi teknologi komunikasi ditentukan oleh
sejauh mana teknologi Komunikasi tersebut mampu membuka akses pada berbagai pelayanan dan jarinagan
informasi. Semakin banyak pelayanan
dan jaringan informasi yang bisa diakses oleh sebuah teknologi komunikasi,
semakin banyak pula orang yang
mengimplementasikannya. Namun asumsi ini hanya berlaku bagi masyarakat informasi saja. Lalu
bagaimana dengan masyarakat di Indonesia?
Kondisi masyarakat Indonesia saat
ini:
- Ada
yang sudah masuk pada tataran masyarakat informasi
- Ada
yang masuk pada tataran masyarakat industri
- Ada
yang masuk pada tataran masyarakat agraris
- Ada
yang masih dalam kondisi masyarakat primitif
Difusi Inovasi
Munculnya Teori Difusi Inovasi
dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun ke 1903 ketika seorang
sosiolog Perancis bernama Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk
S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva
ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau
sekelompok orang dilihat dair dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu
dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu lainnya yang
menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting
karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan
proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion
curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate
of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog,
Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang
jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah
satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of
adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when
plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori
Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi
mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan
bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori
Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of
Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis
Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence
A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses
bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Sesuai
dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu :
1.) Inovasi, gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan suatu inovasi diukur secara subjektif sesuai dengan
pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh
seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang
inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi memiliki 5 sifat yaitu : 1.
Relativitas keuntungan, 2. Kesesuaian, 3. Kerumitan, 4. Reliabilitas, dan 5.
Kebiasaan diamati.
2.) Saluran Komunikasi, yaitu “alat” untuk menyampaikan
pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima pesan. Dalam memilih saluran
komunikasi sumber paling tidak perlu untuk memperhatikan tujuan diadakannya
komunikasi dan karakteristik penerimanya. Jika komunikasi bertujuan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang besar dan tersebar maka media
massa adalah saluran yang tepat untuk menyampaikannya. Tetapi jika komunikasi
ditujukan untuk mengubah perilaku si penerima maka saluran interpersonal adalah
saluran yang tepat untuk menyampaikannya.
3.) Jangka waktu, proses keputusan inovasi, mulai dari seseorang mengetahui
sampai akhirnya memutuskan untuk menolak atau menerimanya, dan pengukuhan
terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu.
4.) Sistem sosial, kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat
dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
PROSES IMPLEMENTASI TEKNOLOGI
KOMUNIKASI
Proses Implementasi Teknologi Komunikasi dapat digambarkan
sebagai berikut :
1.) Tahap pertama : Inisiasi, yaitu
usaha untuk mengumpulkan informasi tentang teknologi komunikasi, memahami
dengan seksama dan merencanakan untuk membuat pengadopsian. Tahap ini mempunyai
dua tingkat, yaitu :
·
Agenda Setting, yaitu munculnya ide untuk mengadopsi
teknologi komunikasi.
·
Matching, yaitu kecocokan teknologi komunikasi dengan kebutuhan dan
kemampuan untuk mengadopsi.
2.) Tahap kedua : Implementasi, yaitu
seluruh kegiatan dan aktifitas yang dilakukan untuk menggunakan teknologi
komunikasi yang diinginkan. Tahap ini memiliki tiga tingkat :
·
Redefining, yaitu mengatur, menyusun dan memodifikasi struktur
lembaga/mentalitas dan kebiasaan individu untuk keperluan teknologi komunikasi.
·
Clarifying, yaitu meyakinkan pada anggota baru
atau individu tentang seluk beluk teknologi komunikasi yang dimaksud.
·
Routinizing, yaitu teknologi komunikasi sudah
diketahui secara jelas dan sudah menjadi bagian dari infrastruktur dari
organisasi ataupun sebagai pelengkap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, proses adopsi inovasi hingga implementasi
teknologi komunikasi dapat disimpulkan melalui 5 proses yaitu :
1. Agenda Setting
2. Matching
3. Redefining
4. Clarifying
5. Routinizing
Implementasi teknologi komunikasi
memaksa individu untuk melakukan suatu adaptasi agar dapat melewati prosesnya
dengan baik. Adaptasi tersebut adalah penyesuaian nilai-nilai yang dibawa
teknologi komunikasi dengan kondisi sosio-kultural dimana individu tersebut
tinggal.
KATEGORI
ADAPTER
Anggota
sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adapter atau penerima
inovasi sesuai dengan tingkat kecepatan dalam menerima inovasinya. Salah satu
pengelompokkan yang dapat dijadikan pedoman adalah pengelompokkan berdasarkan
kurva adopsi yang telah diuji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang
pengelompokkan adopter dapat dilihat sebagai berikut :
- Innovators: Sekitar 2,5% individu yang
pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil
resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Hubungan sosial
mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang
seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat
jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki
gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
- Early
Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis
dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang
yang dihormati, akses di dalam tinggi. Kelompok ini lebih lokal dibanding
kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak
opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi
tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati
oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba
inovasi baru.
- Early
Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi para pengikut awal.
Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. Kategori
pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok
pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi
inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini
menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau
menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan
atau cukup bermanfaat.
- Late
Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi
atau tekanan social, terlalu hati-hati. Kelompok ini lebih berhati-hati
mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang
telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus
lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16%
terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi,
wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Kelompok ini
merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih
tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih
suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.
Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru
sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
0 komentar:
Posting Komentar