Rabu, 20 Juni 2012

Implementasi Teknologi Komunikasi

Leave a Comment

Implementasi dapat diartikan sebagai seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menggunakan teknologi komunikasi. Implementasi sendiri secara harfiah berarti penerapan. Dalam prakteknya, penerapan teknologi komunikasi harus didahului oleh penguasaan keterampilan mengoperasikan teknologi komunikasi tersebut. Karena tanpa keterampilan menguasai teknis, suatu teknologi komunikasi tidak akan mungkin diterapkan oleh seseorang. Hal ini mengisyaratkan teknologi komunikasi sebuah inovasi.
Teknologi komunikasi merupakan sistem teknologis dan untuk pemakaiannya manusia perlu mengaturnya sesuai dengan nilai – nilai yang diisyaratkan oleh teknologi komunikasi itu sendiri. Nilai – nilai itu bisa bertentangan dengan nilai yang telah ada atau dianut oleh suatu masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan   penerapan teknologi komunikasi sering melahirkan masalah dalam kehidupan sosial masyarakat. Perspektif Teknologi Komunikasi terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1.      Teknosentrik, pada bagian ini memandang bagaimana teknologi mengubah masyarakat
2.      Sosiosentrik yaitu Bagaimana lingkungan yang ada menciptakan teknologi, dimana teknologi ada karena kebutuhan sosial.
3.      Konflik yaitu dimana teknologi dapat muncul karena konflik kepentingan atau kebijakan politik. Contoh : TV Digital.
4.      Desain Sistem. Dari tiga sistem yang telah ada dapat mengubah kebiasaan masyarakat, karena dari tiga sistem tersebut dapat menciptakan teknologi baru.


      Implementasi  teknologi komunikasi ditentukan oleh sejauh mana teknologi Komunikasi tersebut mampu membuka akses pada berbagai pelayanan dan jarinagan informasi. Semakin banyak pelayanan dan jaringan informasi yang bisa diakses oleh sebuah teknologi komunikasi, semakin banyak pula orang yang mengimplementasikannya. Namun asumsi ini hanya berlaku bagi masyarakat informasi saja. Lalu bagaimana dengan masyarakat di Indonesia?

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini:
  • Ada yang sudah masuk pada tataran masyarakat informasi
  • Ada yang masuk pada tataran masyarakat industri
  • Ada yang masuk pada tataran masyarakat agraris
  • Ada yang masih dalam  kondisi masyarakat primitif
Difusi Inovasi
            Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun ke 1903 ketika seorang sosiolog Perancis bernama Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekelompok orang dilihat dair dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu lainnya yang menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu :
1.)    Inovasi, gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan suatu inovasi diukur secara subjektif sesuai dengan pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi memiliki 5 sifat yaitu : 1. Relativitas keuntungan, 2. Kesesuaian, 3. Kerumitan, 4. Reliabilitas, dan 5. Kebiasaan diamati.

2.)    Saluran Komunikasi, yaitu “alat” untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima pesan. Dalam memilih saluran komunikasi sumber paling tidak perlu untuk memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerimanya. Jika komunikasi bertujuan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang besar dan tersebar maka media massa adalah saluran yang tepat untuk menyampaikannya. Tetapi jika komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku si penerima maka saluran interpersonal adalah saluran yang tepat untuk menyampaikannya.

3.)    Jangka waktu, proses keputusan inovasi, mulai dari seseorang mengetahui sampai akhirnya memutuskan untuk menolak atau menerimanya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. 

4.)    Sistem sosial, kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
PROSES IMPLEMENTASI TEKNOLOGI KOMUNIKASI
Proses Implementasi Teknologi Komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
1.)    Tahap pertama : Inisiasi, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi tentang teknologi komunikasi, memahami dengan seksama dan merencanakan untuk membuat pengadopsian. Tahap ini mempunyai dua tingkat, yaitu :
·         Agenda Setting, yaitu munculnya ide untuk mengadopsi teknologi komunikasi.
·         Matching, yaitu kecocokan teknologi komunikasi dengan kebutuhan dan kemampuan untuk mengadopsi.
2.)    Tahap kedua : Implementasi, yaitu seluruh kegiatan dan aktifitas yang dilakukan untuk menggunakan teknologi komunikasi yang diinginkan. Tahap ini memiliki tiga tingkat :
·         Redefining, yaitu mengatur, menyusun dan memodifikasi struktur lembaga/mentalitas dan kebiasaan individu untuk keperluan teknologi komunikasi.
·         Clarifying, yaitu meyakinkan pada anggota baru atau individu tentang seluk beluk teknologi komunikasi yang dimaksud.
·         Routinizing, yaitu teknologi komunikasi sudah diketahui secara jelas dan sudah menjadi bagian dari infrastruktur dari organisasi ataupun sebagai pelengkap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, proses adopsi inovasi hingga implementasi teknologi komunikasi dapat disimpulkan melalui 5 proses yaitu :
1.      Agenda Setting
2.      Matching
3.      Redefining
4.      Clarifying
5.      Routinizing
Implementasi teknologi komunikasi memaksa individu untuk melakukan suatu adaptasi agar dapat melewati prosesnya dengan baik. Adaptasi tersebut adalah penyesuaian nilai-nilai yang dibawa teknologi komunikasi dengan kondisi sosio-kultural dimana individu tersebut tinggal.
KATEGORI ADAPTER
            Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adapter atau penerima inovasi sesuai dengan tingkat kecepatan dalam menerima inovasinya. Salah satu pengelompokkan yang dapat dijadikan pedoman adalah pengelompokkan berdasarkan kurva adopsi yang telah diuji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokkan adopter dapat dilihat sebagai berikut :
  1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Hubungan  sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
  2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi. Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini  dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
  3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
  4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati. Kelompok ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5.      Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
If You Enjoyed This, Take 5 Seconds To Share It

0 komentar:

Posting Komentar